Namaku kecapi,
bukan gawai musik penghasil melodi.
Ada yang menyebutku dengan nama Sentul,
tentu bukan tempat dimana para pembalap memacu kecepatan berlaga di arena sirkuit.
Kalau di tempat kalian, disebut dengan nama apa gaess??
Pohonku rindang, banyak ditemui di kebun sekitar rumah yang membuat alam sekitar adem.
Kulit buahku hijau kekuningan. Saat dibelah buah putih menyembul dengan rasa manis asam segar kaya anti oksidan.
Dulu Engkong, Enyak , Babe, Encang, Encing dan Entong begitu girang memungutku dari kebon.
Memanjat pohonku yang menjulang.
Menggapai buah dengan galah.
Membuka buah Kecapi punya seni tersendiri, terbilang unik dengan dijepit di daun pintu.
Tapi sekarang keberadaanku kian jarang.
Aku, si Kecapi nyaris punah.
Ah andai aku ada dimana mana, pastinya dampak karbon bisa sedikit terkurangi. Panas menyengat bisa tereduksi oleh rimbunnya daun.
Jika saja banyak orang menanam kecapi, perubahan iklim pasti bisa kita antisipasi
Berbeda kini, aku tersisih oleh modernisasi global. Terpinggirkan layaknya budaya lokal yang tergerus oleh zaman.
Pohonku hanya ada di tempat tertentu.
Tak semua orang tahu.
Buahku jatuh terhempas di atas tanah sepi.
Orang tak sudi memungut apalagi menikmati
Andai ada yang mau peduli, menyulapku menjadi bentuk lain hingga mereka mau sekedar bertanya :
Apa itu kecapi?
aku sungguh bersuka hati.
Kelak jika aku menjelma dalam sebotol sirup, kekaleng setup hingga aneka produk yang tampak lebih modern, maukah kalian membeli dan bersuka cita menikmati?. Sebab dengan membeli olahan Kecapi, komitmen untuk menumbuhkan tunas-batang dan menanam pohon adalah Janji terhadap bumi dengan segenap cerita tradisi yang menyertai.
Terima kasih telah mengubah sepi menjadi berseri,
Kecapi Untuk Bumi Lestari
Salam dariku,
Kecapi Dari Lengkong Kulon
bukan gawai musik penghasil melodi.
Ada yang menyebutku dengan nama Sentul,
tentu bukan tempat dimana para pembalap memacu kecepatan berlaga di arena sirkuit.
Kalau di tempat kalian, disebut dengan nama apa gaess??
Pohonku rindang, banyak ditemui di kebun sekitar rumah yang membuat alam sekitar adem.
Kulit buahku hijau kekuningan. Saat dibelah buah putih menyembul dengan rasa manis asam segar kaya anti oksidan.
Dulu Engkong, Enyak , Babe, Encang, Encing dan Entong begitu girang memungutku dari kebon.
Memanjat pohonku yang menjulang.
Menggapai buah dengan galah.
Membuka buah Kecapi punya seni tersendiri, terbilang unik dengan dijepit di daun pintu.
Tapi sekarang keberadaanku kian jarang.
Aku, si Kecapi nyaris punah.
Ah andai aku ada dimana mana, pastinya dampak karbon bisa sedikit terkurangi. Panas menyengat bisa tereduksi oleh rimbunnya daun.
Jika saja banyak orang menanam kecapi, perubahan iklim pasti bisa kita antisipasi
Berbeda kini, aku tersisih oleh modernisasi global. Terpinggirkan layaknya budaya lokal yang tergerus oleh zaman.
Pohonku hanya ada di tempat tertentu.
Tak semua orang tahu.
Buahku jatuh terhempas di atas tanah sepi.
Orang tak sudi memungut apalagi menikmati
Andai ada yang mau peduli, menyulapku menjadi bentuk lain hingga mereka mau sekedar bertanya :
Apa itu kecapi?
aku sungguh bersuka hati.
Kelak jika aku menjelma dalam sebotol sirup, kekaleng setup hingga aneka produk yang tampak lebih modern, maukah kalian membeli dan bersuka cita menikmati?. Sebab dengan membeli olahan Kecapi, komitmen untuk menumbuhkan tunas-batang dan menanam pohon adalah Janji terhadap bumi dengan segenap cerita tradisi yang menyertai.
Terima kasih telah mengubah sepi menjadi berseri,
Kecapi Untuk Bumi Lestari
Salam dariku,
Kecapi Dari Lengkong Kulon
@earthstoryteller.id @sebumi.id @gybn.id
@berdampaklestari @ekonomimembumi @core_indonesia
#EarthStoryteller #VoiceOfTheVoiceless #VoiceOfNature
#KitaBisa #StorytellingChallenge #LiveToConnect #YouthIntoAction #YuwanaBuwana



Tidak ada komentar:
Posting Komentar